Pinisi adalah kapal layar tradisional khas yang berasal dari suku
Bugis dan suku Makassar, Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki
dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu; tiga di jujung depan,
dua di depan dan dua di belakang, kapal ini umumnya digunakan untuk
pengangkutan barang antar pulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang
menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang
mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi
tujuh samudera besar di dunia.
Sejarah kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sebelum tahun
1500an . Menurut naskah lontara i Babad La Lagaligo pada abad ke -14,
Pinisi pertama sekali dibuat oleh Sawerigading, putera Kerajaan Luwu
untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang putri Tiongkok yang
bernama We Cudai.
Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperistri Puteri We
Cudai. Setelah beberapa lama Sawerigading kembali ke kampung halamannya
dengan menggunakan pisinya ke Luwu. Menjelang perairan Luwu kapal di terjang gelombang besar, Pinisinya terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru, dan
Lemo-lemo, masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan
kapal tersebut menjadi perahu yang diberi nama Pinisi.
Ada dua jenis kapal pinisi yaitu pertama Lamba atau lambo. Yaitu Pinisi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan dilengkapi dengan motor diesel (PLM). Yang kedua adalah Palari, yaitu bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamda.
Ekspedisi kapal Pinisi Indonesia yang terkenal adalah Pinisi Nusantara
telah berlayar ke Vancouver, Kanada, memakan waktu 62 hari tahun 1986.
Tahun 1987, ada lagi ekspedisi perahu Padewakang, “Hati Marige” ke
Darwin, Australia, mengikuti rute klasik. Lalu Ekspedisi Ammana Gappa ke
Madagaskar, terakhir pelayaran Pinisi Damar Segara ke Jepang.
Kapal Pinisi beratnya
100-200 ton dan saat ini masih berperan penting sebagai angkutan
tradisional dalam perdagangan antar pulau. Abad ke-19
pernah digunakan untuk mengangkut barang-barang dari Eropa dan Cina dari
Singapura ke Dobo di pulau Aru di Nusa Tenggara Timur kemudian berhenti
di dermaga terpencil di sepanjang jalur. Dari kepulauan Indonesia mereka
mengumpulkan bulu-bulu burung surga, kayu cendana, rempah-rempah, emas,
dan cabe. Mereka menjual barang-barang tersebut dengan harga yang
tinggi di Singapura kepada pedagang Cina dan India.
Ada dua jenis kapal pinisi yaitu pertama Lamba atau lambo. Yaitu Pinisi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan dilengkapi dengan motor diesel (PLM). Yang kedua adalah Palari, yaitu bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamda.
Kapal Pinisi yang merupakan salah satu
kapal tradisional kebanggaan Indonesia dan memiliki keunikan dalam
pembuatannya. Umumnya, seperti kapal-kapal di negara Barat, rangka kapal
dibuat lebih dahulu baru dindingnya. Sedangkan kapal pinisi,
pembuatannya dimulai dengan dinding dulu baru setelah itu rangkanya.
Kapal layar Pinisi dapat ditemukan
di pantai selatan Sulawesi Selatan, berpusat di sekitar Bulukumba di
Tana Beru. Di sini dapat menyaksikan pembuatan kapal yang
mengesankan dengan alat tradisional. Konstruksi kapal Pinisi adalah gabungan
pengetahuan dan pengalaman tradisional kuno disertai ritual yang ketat
yang harus diikuti untuk memastikan keamanan di laut. Para pengrajin
perahu ini harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu
sebagai bahan baku. Biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada
bulan yang berjalan. Angka 5 (naparilimai dalle’na) yang artinya rezeki
sudah di tangan. Sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle’na) berarti
selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik kemudian kepala tukang yang
disebut “punggawa” memimpin pencarian. Tidak ada rancangan atau catatan tertulis dalam kertas untuk membuat
kapal Pinisi. Seorang punggawa telah mendetail semua rancangan Pinisi hanya
di kepala mereka. Meskipun para pengrajin kapal ini sering
disebut sebagai orang Bugis, namun mereka dibagi menjadi empat sub
suku. Keempatnya adalah Konjo di bagian selatan Sulawesi Selatan (Ara,
Bira dan Tanah Biru), Mandar di Sulawesi Barat sampai bagian utara
Makasar, Bugis di wilayah sekitar Wajo bagian timur Teluk Bone, dan
Makassar di wilayah sekitar Kota Makasar. Di antara semua itu, Konjo
adalah yang paling berpengaruh dalam pembuatan kapal pinisi.
Sejak tahun 1906, Pinisi telah membanggaakan nama Indonesia di dunia internasional. Kapal
ini merupakan bentuk termodern dari bentuk termodern dari kapal
tradisional dari orang-orang bugis makassar yang telah melelui proses evolusi. Dibuat sebagai
perahu layar dengan dua tiang dan tujuh hingga delapan helai layar. Pada
umumnya berukuran kecil dengan daya muat antara 20 hingga 30
ton dan panjang antara 10 hingga 15 meter. Hampir keseluruhan pembuatan dilakukan dengan teknik-teknik sederhana dan menggunakan tenaga
mesin yang sangat minim.
Anjong = segitiga di depan sebagai penyeimbang.
Sombala = layar utama, berukuran besar mencapai 20 m.
Tanpasere = layar kecil berbentuk segitiga ada di setiap tiang utama.
Cocoro pantara = layar pembantu ada di depan.
Cocoro tangnga = layar pembantu ada di tengah.
Tarengke = layar pembantu di belakang.
(Suasana pemberangkatan di pelabuhan muara baru)
(Foto penyambutan para awak kapal Pinisi di Vancouver, Kanada)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar