Kamis, 29 November 2012

Pinisi adalah kapal layar tradisional khas yang berasal dari suku Bugis dan suku Makassar, Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu; tiga di jujung depan, dua di depan dan dua di belakang, kapal ini umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antar pulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi tujuh samudera besar di dunia.

Sejarah kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sebelum tahun 1500an . Menurut naskah lontara i Babad La Lagaligo pada abad ke -14, Pinisi pertama sekali dibuat oleh Sawerigading, putera Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang putri Tiongkok yang bernama We Cudai.

Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperistri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama Sawerigading kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan pisinya ke Luwu. Menjelang perairan Luwu kapal di terjang gelombang besar, Pinisinya terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru, dan Lemo-lemo, masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang diberi nama Pinisi.

Kapal Pinisi beratnya 100-200 ton dan saat ini masih berperan penting sebagai angkutan tradisional dalam perdagangan antar pulau. Abad ke-19 pernah digunakan untuk mengangkut barang-barang dari Eropa dan Cina dari Singapura ke Dobo di pulau Aru di Nusa Tenggara Timur kemudian berhenti di dermaga terpencil di sepanjang jalur. Dari kepulauan Indonesia mereka mengumpulkan bulu-bulu burung surga, kayu cendana, rempah-rempah, emas, dan cabe. Mereka menjual barang-barang tersebut dengan harga yang tinggi di Singapura kepada pedagang Cina dan India.

Ada dua jenis kapal pinisi yaitu pertama Lamba atau lambo. Yaitu Pinisi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan dilengkapi dengan motor diesel (PLM). Yang kedua adalah Palari, yaitu bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamda.

Kapal Pinisi yang merupakan salah satu kapal tradisional kebanggaan Indonesia dan memiliki keunikan dalam pembuatannya. Umumnya, seperti kapal-kapal di negara Barat, rangka kapal dibuat lebih dahulu baru dindingnya. Sedangkan kapal pinisi, pembuatannya dimulai dengan dinding dulu baru setelah itu rangkanya.

Kapal layar Pinisi dapat ditemukan di pantai selatan Sulawesi Selatan, berpusat di sekitar Bulukumba di Tana Beru. Di sini dapat menyaksikan pembuatan kapal yang mengesankan dengan alat tradisional. Konstruksi kapal Pinisi adalah gabungan pengetahuan dan pengalaman tradisional kuno disertai ritual yang ketat yang harus diikuti untuk memastikan keamanan di laut. Para pengrajin perahu ini harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku. Biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan yang berjalan. Angka 5 (naparilimai dalle’na) yang artinya rezeki sudah di tangan. Sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle’na) berarti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik kemudian kepala tukang yang disebut “punggawa” memimpin pencarian. Tidak ada rancangan atau catatan tertulis dalam kertas untuk membuat kapal Pinisi. Seorang punggawa telah mendetail semua rancangan Pinisi hanya di kepala mereka. Meskipun para pengrajin kapal ini sering disebut sebagai orang Bugis, namun mereka dibagi menjadi empat sub suku. Keempatnya adalah Konjo di bagian selatan Sulawesi Selatan (Ara, Bira dan Tanah Biru), Mandar di Sulawesi Barat sampai bagian utara Makasar, Bugis di wilayah sekitar Wajo bagian timur Teluk Bone, dan Makassar di wilayah sekitar Kota Makasar. Di antara semua itu, Konjo adalah yang paling berpengaruh dalam pembuatan kapal pinisi.

Sejak tahun 1906, Pinisi telah membanggaakan nama Indonesia di dunia internasional. Kapal ini merupakan bentuk termodern dari bentuk termodern dari kapal tradisional dari orang-orang bugis makassar yang telah melelui proses evolusi. Dibuat sebagai perahu layar dengan dua tiang dan tujuh hingga delapan helai layar. Pada umumnya berukuran kecil dengan daya muat antara 20 hingga 30 ton dan panjang antara 10 hingga 15 meter. Hampir keseluruhan pembuatan dilakukan dengan teknik-teknik sederhana dan menggunakan tenaga mesin yang sangat minim.

 
 Anjong = segitiga di depan sebagai penyeimbang.
Sombala = layar utama, berukuran besar mencapai 20 m.
Tanpasere = layar kecil berbentuk segitiga ada di setiap tiang utama.
Cocoro pantara = layar pembantu ada di depan.
Cocoro tangnga = layar pembantu ada di tengah.
Tarengke = layar pembantu di belakang.


Ekspedisi kapal Pinisi Indonesia yang terkenal adalah Pinisi Nusantara telah berlayar ke Vancouver, Kanada, memakan waktu 62 hari tahun 1986. Tahun 1987, ada lagi ekspedisi perahu Padewakang, “Hati Marige” ke Darwin, Australia, mengikuti rute klasik. Lalu Ekspedisi Ammana Gappa ke Madagaskar, terakhir pelayaran Pinisi Damar Segara ke Jepang.

(foto para awak kapal bersama President Soeharto sebelum dilepas ke Vancouver)

(Suasana pemberangkatan di pelabuhan muara baru)
 
(Foto penyambutan para awak kapal Pinisi di Vancouver, Kanada)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar